Menteri Susi, Kisah Penderitaan dan Perjuanganya, Tidak Lulus SMA Hingga Jadi Menteri.


Pernyataan tersebut tentunya sangat pas sekali menggambarkan kisah dan kesuksesan Susi Pudjiastuti yang sekarang ini telah terpilih menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan.
Hal yang tentunya sangat membuat iri tokoh-tokoh yang ingin menjadi menteri tentunya karena Susi Pudjiastuti ternyata hanyalah lulusan SMP saja. Susi Pudjiastuti memang pernah mengenyam bangku SMA di Yogyakarta, akan tetapi Susi Pudjiastuti memutuskan untuk berhenti sekolah dan lebih memilih untuk membuka usaha.
Keputusan Susi Pudjiastuti saat itu tentunya sangat ditentang oleh keluarganya. Namun keputusan yang dahulu mungkin dianggap sebagai keputusan yang salah, sekarang ini baru kita semua tahu bahwa keputusanya saat itu adalah keputusan yang sangat tepat. Kenapa? karena jika Susi Pudjiastuti saat itu tidak memutuskan untuk keluar dari sekolah, belum tentu Susi Pudjiastuti bisa sesukses seperti sekarang ini.
Walaupun boleh saja anda berpendapat bahwa mungkin saja jika Susi Pudjiastuti saat itu memutuskan untuk terus melanjutkan pendidikanya, mungkin saja Susi Pudjiastuti bisa menjadi orang yang jauh lebih sukses dari hari ini.
Apapun perbedaan persepsi ini tentunya sudah tidak menjadi penting karena yang jauh lebih penting adalah, bagaimana kita bisa mengambil inspirasi dan motivasi dari kisah sukses Menteri Kelautan dan Perikanan kita Susi Pudjiastuti.
Saya sendiri termasuk orang yang sudah lama membaca kisah sukses dari Susi Pudjiastuti beberapa tahun yang lalu.
Karena sekarang ini nama Susi Pudjiastuti sepertinya banyak jadi perbincangan dan banyak dicari oleh para netizen, maka disini saya ingin berkisah tentang perjuangan Susi Pudjiastuti yang hanya lulusan SMP bisa menjadi sukses membangun kerajaan bisnisnya hingga akhirnya terpilih menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan RI pada Kabinet Kerja yang dipimpin oleh Presiden Jokowi.
Karena banyak media yang sudah menuliskan tentang profile dari Susi Pudjiastuti, melalui tulisan ini saya justru tertarik mengutip tulisan dari indonesiaberprestasi.web.id yang sudah mendokumentasikan kisah Susi Pudjiastuti ini sejak tahun 2011 yang lalu.
Ingin pinjam uang di Bank dianggap gila , akhirnya jual cincin dan perhiasan yg dia punya buat modal bakul ikan. Keputusannya keluar dari sekolah saat masih berusia 17 tahun sangat disesalkan oleh kedua orang tuanya. Namun, berkat keuletan dan kerja kerasnya, kini Susi Pudjiastuti memiliki 50 pesawat dan pabrik pengolahan ikan yang berkualitas untuk melayani kebutuhan ekspor.
Namanya Susi Pudjiastuti, Presiden Direktur PT ASI Pudjiastuti yang bergerak di bidang perikanan dan PT ASI Pudjiastuti Aviation yang merupakan operator penerbangan Susi Air. Rambutnya ikal kemerahan, suaranya serak-serak, namun pembawaannya supel.
Bukan hanya bahasa Inggris fasih yang keluar dari mulutnya saat berbincang dengan para pilotnya yang bule. Susi – panggilan akrabnya – juga menggunakan bahasa Sunda dan sesekali bahasa Jawa kepada pembantu-pembantunya.
“Saya suka belajar bahasa apa aja. Yang penting bisa buat marah dan memerintah. Sebab, dengan itu, saya bisa bekerja,” ujarnya sambil lantas tertawa.
Saat ini, wanita kelahiran Pangandaran, 15 Januari 1965 tersebut, memiliki 50 unit pesawat berbagai jenis. Di antaranya adalah Grand Caravan 208B, Piaggio Avanti II, Pilatus Porter, serta Diamond DA 42. Kebanyakan pesawat itu dioperasikan di luar Jawa seperti di Papua dan Kalimantan.
“Ada yang disewa. Namun, ada yang dioperasikan sendiri oleh Susi Air. Biasanya dipakai di daerah-daerah perbatasan oleh pemda atau swasta,” jelas wanita yang betis kanannya ditato gambar burung phoenix dengan ekor menjuntai itu.
Susi tak mematok harga sewa pesawat secara khusus. Sebab, hal itu bergantung pelayanan yang diminta pihak penyewa. Biaya sewanya pun bermacam-macam, tapi rata-rata antara USD 400 sampai USD 500 per jam.
“Kadang ada yang mau USD 600 sampai USD 700 per jam. Perusahaan minyak mau bayar USD 1.000 karena beda-beda level servis yang dituntut. Untuk keperluan terbang, semua piranti disediakan Susi Air. Pesawat, pilot, maupun bahan bakar. Jadi, itu harga nett mereka tinggal bayar,” tegasnya.
Bakat bisnis Susi terlihat sejak masih belia. Pendirian dan kemauannya yang keras tergambar jelas saat usia Susi menginjak 17 tahun. Dia memutuskan keluar dari sekolah ketika kelas II SMA. Tak mau hidup dengan cara nebeng orang tua, dia mencoba hidup mandiri. Tapi, kenyataan memang tak semudah yang dibayangkan.
“Cuma bawa ijazah SMP, kalau ngelamar kerja jadi apa saya. Saya nggak mau yang biasa-biasa saja,” ujarnya.
Kerja keras pun dilakoni Susi saat itu. Mulai dari berjualan baju, bed cover, hingga hasil-hasil bumi seperti cengkeh. Setiap hari, Susi harus berkeliling Kota Pangandaran menggunakan sepeda motor untuk memasarkan barang dagangannya. Hingga, dia menyadari bahwa potensi Pangandaran adalah di bidang perikanan. “Mulailah saya pengen jualan ikan karena setiap hari lihat ratusan nelayan,” tuturnya.
Pada 1983, berbekal Rp 750 ribu hasil menjual perhiasan berupa gelang, kalung, serta cincin miliknya, Susi mengikuti jejak banyak wanita Pangandaran yang bekerja sebagai bakul ikan. Tiap pagi pada jam-jam tertentu, dia nimbrung bareng yang lain berkerumun di TPI (tempat pelelangan ikan). “Pada hari pertama, saya hanya dapat 1 kilogram ikan, dibeli sebuah resto kecil kenalan saya,” ungkapnya.
Tak cukup hanya di Pangandaran, Susi mulai berpikir meluaskan pasarnya hingga ke kota-kota besar seperti Jakarta. Dari sekadar menyewa, dia pun lantas membeli truk dengan sistem pendingin es batu dan membawa ikan-ikan segarnya ke Jakarta. “Tiap hari, pukul tiga sore, saya berangkat dari Pangandaran. Sampai di Jakarta tengah malam, lalu balik lagi ke Pangandaran,” ucapnya mengenang pekerjaan rutinnya yang berat pada masa lalu.
Meski sukses dalam bisnis, Susi mengaku gagal dalam hal asmara. Wanita pengagum tokoh Semar dalam dunia pewayangan itu menyatakan sudah tiga kali menikah. Tapi, biduk yang dia arungi bersama tiga suaminya tak sebiru dan seindah Pantai Pangandaran. Semua karam.
Dari suaminya yang terakhirlah, Christian von Strombeck, si Wonder Woman ini mendapat inspirasi untuk mengembangkan bisnis penerbangan. “Dia seorang aviation engineer,” lanjutnya.
Christian merupakan seorang ekspatriat yang pernah bekerja di IPTN (Industri Pesawat Terbang Nusantara yang sekarang bernama PT DI, Red). Awal perkenalannya dengan lelaki asal Prancis itu terjadi saat Christian sering bertandang ke Restoran Hilmans milik Susi di Pantai Pangandaran. Berawal dari perkenalan singkat, Christian akhirnya melamar Susi. “Restoran saya memang ramai. Sehari bisa 70-100 tamu,” katanya.
Dengan Christian, Susi mulai berangan-angan memiliki sebuah pesawat dengan tujuan utama mengangkut hasil perikanan ke Jakarta. Satu-satunya jalan, lanjut Susi, adalah dengan membangun landasan di desa-desa nelayan. “Jadi, tangkap ikan hari ini, sorenya sudah bisa dibawa ke Jakarta. Kan cuma sejam,” tegas ibu tiga anak dan satu cucu tersebut.
Berbeda jika harus memakai jalur darat yang bisa memakan waktu hingga sembilan jam. Sesampai di Jakarta, banyak ikan yang mati. Padahal, jika mati, harga jualnya bisa anjlok separuh.
“Kami mulai masukin business plan ke perbankan pada 2000, tapi nggak laku. Diketawain sama orang bank dan dianggap gila. ‘Mau beli pesawat USD 2 juta, bagaimana ikan sama udang bisa bayar,’ katanya,” ujar Susi.
Barulah pada 2004, Bank Mandiri percaya dan memberi pinjaman sebesar USD 4,7 juta (sekitar Rp 47 miliar) untuk membangun landasan, serta membeli dua pesawat Cessna Grand Caravan. Namun, baru sebulan dipakai, terjadi bencana tsunami di Aceh. “Tanggal 27 kami berangkatkan satu pesawat untuk bantu. Itu jadi pesawat pertama yang mendarat di Meulaboh. Tanggal 28 kami masuk satu lagi. Kami bawa beras, mi instan, air dan tenda-tenda,” ungkapnya.
Awalnya, Susi berniat membantu distribusi bahan pokok secara gratis selama dua minggu saja. Tapi, ketika hendak balik, banyak lembaga non-pemerintah yang memintanya tetap berpartisipasi dalam recovery di Aceh. “Mereka mau bayar sewa pesawat kami. Satu setengah tahun kami kerja di sana. Dari situ, Susi Air bisa beli satu pesawat lagi,” jelasnya.
Perkembangan bisnis sewa pesawat miliknya pun terus melangit. Utang dari Bank Mandiri sekitar Rp 47 miliar sekarang tinggal 20 persennya. “Setahun lagi selesai. Tinggal tiga kali cicilan lagi. Dari BRI, sebagian baru mulai cicil. Kalau ditotal, semua (pinjaman dari perbankan) lebih dari Rp 2 triliun. Return of investment (balik modal) kalau di penerbangan bisa 10-15 tahun karena mahal,” katanya.
Susi tak hanya mengepakkan sayap di bisnis pesawat dan menebar jaring di laut. Sekarang, dia pun merambah bisnis perkebunan. Meski begitu, dia mengakui ada banyak rintangan yang harus dilalui. “Perikanan kita sempat hampir rugi karena tsunami di Pagandaran pada 2005. Kami sempat dua tahun nggak ada kerja perikanan,” tuturnya.
Untuk penerbangan rute Jawa seperti Jakarta-Pangandaran, Bandung-Pangandaran dan Jakarta-Cilacap, Susi menyatakan masih merugi. Sebab, terkadang hanya ada 3-4 penumpang. Dengan harga tiket rata-rata Rp 500 ribu, pendapatan itu tidak cukup untuk membeli bahan bakar. “Sebulan rute Jawa bisa rugi Rp 300 juta sampai Rp 400 juta. Tapi, kan tertutupi dari yang luar Jawa. Lagian, itu juga berguna untuk mengangkut perikanan kami,” ujarnya.
Susi memang harus mengutamakan para pembeli ikannya, karena mereka sangat sensitif terhadap kesegaran ikan. Sekali angkut dalam satu pesawat, dia bisa memasukkan 1,1 ton ikan atau lobster segar. Pembelinya dari Hongkong dan Jepang setiap hari menunggu di Jakarta. “Bisnis ikan serta lobster tetap jalan dan bisnis penerbangan akan terus kami kembangkan. Tahun depan kami harap sudah bisa memiliki 60 pesawat,” katanya penuh optimisme.
Walau hanya lulusan SMP, Susi Pudjiastuti sekarang sudah memiliki puluhan pesawat dengan nama Susi Air.
Walau hanya lulusan SMP, Susi Pudjiastuti sekarang sudah memiliki puluhan pesawat dengan nama Susi Air.
Nah setelah anda membaca bagaimana perjuangan Susi Pudjiastuti tentunya harapan saya anda bisa mendapatkan inspirasi dan semangat baru ketika membaca kisah dari Susi Pudjiastuti.
Beberapa point penting dari kisah Susi Pudjiastuti ini yaitu kerja keras, kreativitas, keberanian mengambil keputusan, hingga nilai-nilai positif lainya sehingga bisa mengantarkan Susi Pudjiastuti meraih sukses seperti sekarang ini.
Tadi saya juga sudah membaca di berbagai pemberitaan bahwa Susi Pudjiastuti yang sekarang sudah resmi menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan juga sudah berjanji bahwa dirinya akan membuat nelayan-nelayan kita tersenyum bahagia dengan adanya dirinya.
Semoga saja di tangan Susi Pudjiastuti Kementrian Kelautan dan Perikanan RI semakin maju dan bisa membantu meningkatkan perekonomian RI serta tentunya secara khusus mampu mensejahterakan nelayan-nelayan Indonesia yang akhirnya akan merambah kepada kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
Amiiin

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KISAH (NYATA) DI BALIK RASYAD FOUNDATION

"Yang Sudah Berlalu Tak Perlu Disesali"

Contoh Soal Pretest PPG dan Jawaban