Postingan

Menampilkan postingan dari Maret 8, 2015

Armaji tukang penjual pisang

Gambar
Armaji tukang penjual pisang keliling di kota Bogor, maji sebutannya menawarkan pisangnya di depan toko yang banyak pengunjungnya. Ketika dagangannya sudah habis dia istirahat sambil mengeluarkan sebatang rokok . Dari raut mukanya ada cahaya kegembiraan yang merupakan pancaran hatinya. Sambil menunggu istri yang sedang belanja di dalam toko, aku coba membuka  pembicaran dengan Armaji. Kang ! dagangannya sudah habis yah ? Allhamdullilah jawabnya. Setiap hari selalu habis kang ? Allhamdullilah sesuai doa yang dipanjatkan. Sambil menemani kang Armaji akupun mengeluarkan sebatang rokok. Wah hebat dong kang, boleh dong minta doa yang selalu dipanjatkannya apa kang ? sambil terkekeh -kekeh dia bilang doa biasa aja. Yang penting kita minta pada pemilik kita, pemilik kehidupan ini. Akang kalau berdoa sesudah shalat ? tidak selalu sudah shalat, doa akang mah kapan aja  dan dimana saja.  Yang penting kita selalu ingat pada pemilik kehidupan

Belajar dari Kisah "Para Perampok Profesional"

Gambar
Kisah Berikut Hanya Fiktif, namun sarat hikmah. Sewaktu perampokan di Guangzhou, China, perampok bank berteriak kesemua orang di bank: "Jangan Bergerak. Uang ini Milik Negara, Hidupmu milikmu." Semua orang di bank menunduk dengan tenang. Ini yang disebut "Konsep Merubah Pikiran" Merubah cara berpikir yang konvensional. perampokan, (ilustrasi) Ketika seorang wanita berbaring di meja secara profokatif, perampok berteriak padanya "Beradablah, Ini perampokan, bukan pemerkosaan!" Ini yang disebut "Professional" fokus hanya kepada apa yang kamu dilatih untuk.. Ketika Perampok kembali kerumah, perampok yang lebih muda (lulusan s2) berkata kepada perampok yang tua (lulusan sd):  "Bang, ayo kita hitung berapa yang kita dapat."  Perampok yang lebih tua bilang "Bego banget lo. Duitnya banyak gitu lama pasti ngitungnya. Malem ini lihat aja di TV bakal bilang berapa yang kita rampok dari bank!" Ini yang disebut "Pengalaman.&qu

Uang sepuluh ribu

Gambar
Ada seorang sahabat menuturkan kisahnya. Dia bernama Budiman. Sore itu ia menemani istri dan seorang putrinya berbelanja kebutuhan rumah tangga bulanan di sebuah toko swalayan. Usai membayar, tangan-tangan mereka sarat dengan tas plastik belanjaan. Baru saja mereka keluar dari toko swalayan, istri Budiman dihampiri seorang wanita pengemis yang saat itu bersama seorang putri kecilnya. Wanita pengemis itu berkata kepada istri Budiman, "Beri kami sedekah, Bu!" Istri Budiman kemudian membuka dompetnya lalu ia menyodorkan selembar uang kertas berjumlah 1000 rupiah. Wanita pengemis itu lalu menerimanya. Tatkala tahu jumlahnya tidak mencukupi kebutuhan, ia lalu menguncupkan jari-jarinya mengarah ke mulutnya. Kemudian pengemis itu memegang kepala anaknya dan sekali lagi ia mengarahkan jari-jari yang terkuncup itu ke mulutnya, seolah ia ingin berkata, "Aku dan anakku ini sudah berhari-hari tidak makan, tolong beri kami tambahan sedekah untuk bisa membeli makanan!" Mendapati

Kisah Petani Jagung,

Gambar
  Ayah adalah tipe pebisnis yang membuatku tak habis pikir. Jika kebanyakan orang berbisnis, tak ingin membagi resep rahasia, ataupun ilmu utamanya, Ayah justru sebaliknya. Ayah tak pernah pelit untuk berbagi ilmu, dari sekian pegawai yang dimilikinya, semuanya diajarinya untuk membuat sepatu. Tak ada satupun ilmu yang ia sembunyikan. Tak hanya itu, didorongnya mereka untuk lepas dan mandiri dari ayah. Aku dan Mas Agus waktu itu sampai terheran-heran. Mendidik pegawainya untuk mandiri bukankah justru akan melahirkan pesaing baru bagi usaha Ayah? Ayah menjelaskan konsepnya dengan satu kisah sederhana. Kisah yang masih aku ingat sampai sekarang. “Bapak pernah cerita ke kalian tentang  kisah seorang petani jagung yang berhasil ?” Aku dan Mas Agus hanya menggeleng. “Alkisah ada seorang petani jagung yang sangat sukses.”, Ayah berhenti mengambil nafas sejenak. Aku dan Mas Agus pasang telinga, antusias mendengarkan. Dengan nada layaknya seorang pendongeng ia melanjutkan, “Di negerinya, set