kisah sukses Ayam Bakar Wong Solo
Puspo Wardoyo, dari Guru banting stir jualan ayam. Tahun lalu, Rumah Makan Ayam Bakar Wong Solo
menempati peringkat 10, tahun ini langsung meloncat ke peringkat 3. Penghargaan ini memang layak diterimanya. Meskipun dengan pertaruhan yang berat, perusahaan yang dibesarkan tangan dingin Puspo Wardoyo ini mau membuka diri terhadap perkembangan manajemen modern. Selain itu, ia berusaha dengan jujur. Lihat saja perjalanan usahanya yang dibangun dari pinggir jalan serta diiringi makian mertua.
Dengan mantap, Puspo melepas pekerjaan tetapnya sebagai guru SMA di Perguruan Wahidin, Bagan Siapi-api, Sumatera Utara, untuk membuka usaha warung kaki lima berlabel Ayam Bakar Wong Solo di belakang Bandara Polonia, Medan. Tak ia pedulikan omelan mertua dan istrinya, Rini Purwanti, yang tak punya pilihan lain kecuali membantu suami ikut mengelola usaha baru mereka. Padahal, wanita alumni Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada ini adalah dosen Universitas Sumatera Utara, Medan. Sang mertua yang jengkel bahkan titip pesan nyelekit pada istrinya, bahwa tindakannya membuka warung pinggir jalan itu ngisin-isini (memalukan). Uang Rp 700 ribu hasil tabungan selama menjadi guru dijadikan modal awal.
Warung milik pria kelahiran Solo 43 tahun lalu ini awalnya berjalan sempoyongan. Jika hari hujan, ayam-ayamnya tidak laku. Berbeda dari praktek curang pengusaha restoran lainnya, Puspo pantang menjual ayam sisanya keesokan harinya. Sejak awal, Puspo sadar betul pentingnya menjaga kualitas dagangan. Lagi pula, warungnya maksimal menjual 7 ekor dengan omset Rp 35 ribu/hari. "Saya bahkan hanya mampu menjual tiga ekor setiap hari pada tiga bulan pertama. Itu pun masih sering tersisa," kisah Puspo. Namun, dia teguh pada prinsipnya bahwa lebih baik membuka lapangan kerja ketimbang mencarinya. Dan darah wirausaha Puspo ternyata menurun dari ayah-ibunya yang semasa hidupnya juga membuka usaha warung nasi di Solo. Orang tuanya pernah memberi wejangan kepadanya, untuk berjualan ayam bakar saja ketimbang menjadi pegawai. Nasihat ini tampaknya membekas di hati Puspo.
Waktu terus berjalan dan usaha Puspo jatuh-bangun hingga tiga kali. Suatu saat, pembantunya butuh uang cepat guna menebus rumahnya yang akan disita sebesar Rp 800 ribu. Puspo memang punya uang Rp 1,3 juta, tapi telah disiapkan untuk pengembangan usaha. Suatu pilihan sulit: Menolong pembantu atau mengutamakan masa depan bisnisnya. Kata hatinya memintanya menolong pembantu meskipun harus ribut dengan istrinya. Namun, siapa sangka kalau pertolongannya tadi justru awal kesuksesannya. Pembantunya mengenalkan Puspo dengan wartawan harian Waspada, Medan. Obrolan dengan si wartawan ternyata jadi headline koran ini dengan judul Sarjana Buka Ayam Bakar Wong Solo. Itu terjadi pada suatu hari tahun 1992. Keesokan hari atau setelah headline tersebut, ratusan pelanggan mendatangi warungnya. Seratus potong ayam ludes terjual hari itu dan terus meningkat hingga 200 potong pada hari-hari berikutnya. Omset juga ikut membubung menjadi sekitar Rp 350 ribu/hari. Momen ini sekaligus menyadarkan Puspo bahwa publikasi dan promosi penting untuk kemajuan usaha.
Pertengahan tahun itu juga, BNI menawarkan bantuan pinjaman tanpa agunan (bantuan pegel kop/pengusaha golongan lemah dan koperasi) sebesar Rp 2 juta. Padahal, Puspo tidak mengajukan permohonan pinjaman sebab ia memang tak butuh. Namun, ia setuju dan menggunakannya untuk memperluas warung sekaligus mengganti kompor minyaknya dengan kompor gas yang lebih modern.
Ayam Bakar Wong Solo pun terkenal di seantero Medan. BNI kembali menawarkan pinjaman lunak sebesar Rp 15 juta yang hanya berselang lima bulan dari pinjaman pertama. Pinjaman yang tidak diinginkan ini kemudian menjadi modal pembukaan cabang pertama di kota yang sama pula. Namun, cabang ini bermasalah sebab oleh pemerintah setempat dituding mengganggu ketertiban serta dibangun tanpa izin. Esoknya, Ayam Bakar Wong Solo masuk koran karena tindakan sita dan pembongkaran pemda setempat. Puspo pasrah dan mengaku salah. Itu merupakan pelajaran berharga baginya. Sebagai gantinya, ia membuka cabang lain di lokasi berbeda (Jalan Gajah Mada, Medan) tapi dengan perizinan yang lengkap. Langkahnya semakin tak tertahankan dengan membuka cabang-cabang baru di setiap konter food bazaar Matahari. Berbagai variasi juga dilakukan dengan menu tambahan seperti gado-gado dan berbagai makanan khas Jawa. Karyawannya membengkak menjadi 24 orang.
Waktu itu, ia berniat membeli hak waralaba McDonald`s untuk wilayah Sum-Ut senilai US$ 2 juta. Setelah melewati seleksi ketat, Puspo lolos atas kepemilikan hak waralaba itu dengan satu syarat yang berat: Melepas Ayam Bakar Wong Solo. Ia keberatan, dan ini didukung SSUV. Kata SSUV, ia lebih baik mengelola RM Ayam Bakar Wong Solo dengan lebih profesional. Akhirnya, kesempatan menjadi pemegang waralaba McDonald`s dilepas begitu saja. Maka, sesuai tuntutan profesionalisme, Puspo mendirikan PT Sarana Bakar Digdaya (SBD) yang memayungi usahanya. Merasa respek dengan usaha Puspo, SSUV memberi pinjaman penyertaan modal sebesar Rp 750 juta untuk jangka waktu pengembalian lima tahun. Dengan demikin, kepemilikan saham SBD ikut berubah dengan 85% milik Puspo dan selebihnya milik SSUV. Pinjaman SSUV digunakan untuk merehabilitasi cabang-cabang rumah makannya dan membeli tanah di kawasan Polonia. SSUV kembali mengucurkan bantuan finansial secara bertahap hingga Rp 2 miliar untuk pengembangan cabang-cabang lain. Atas dorongan SSUV pula, terbentuklah PT Sarana Krakatau Digdaya (SKD) dengan plafon dana sebesar Rp 2 miliar. Lewat SKD, Puspo mulai mewaralabakan produknya.
Puspo juga menggaet PT Sarana Bali Ventura (SBV) untuk berekspansi ke Pulau Dewata. Untuk itu, ia merogoh koceknya hingga Rp 850 juta plus pinjaman dari SBV sebesar Rp 400 juta. Kini, ia telah membuka 11 cabang RM Ayam Bakar Wong Solo di berbagai kota besar: Medan, Solo, Bali, Pekanbaru, Surabaya, Semarang, Malang dan Padang. Cabang di Banda Aceh dan Binjai sempat ditutup, tapi dibuka lagi tahun ini. Terakhir, ia membuka cabang baru di Yogyakarta dengan investasi Rp 500 juta dan diproyeksi balik modal paling lambat akhir tahun ke-2. Lucunya, RM Ayam Bakar Wong Solo belum punya cabang di Jakarta, kecuali satu gerai di Ancol. Puspo tampaknya kesulitan mencari lahan yang luas dan representatif untuk cabang baru di Jakarta. Selain ulet dan jujur, keberhasilan Puspo juga atas dukungan tim manajemen yang kini mencapai 20 orang, selain 500-an karyawan. Ia merekrut sarjana-sarjana pilihan dari berbagai perguruan tinggi untuk membantunya mengelola perusahaan serta sokongan manajemen dari dua modal ventura tadi.
Meskipun telah terkenal hingga ke pelosok Nusantara, Puspo terus waspada agar pelanggannya tidak bosan. Caranya dengan membuat berbagai variasi menu, selain kualitas harus unggul dibanding lainnya. Saat ini, ia menyediakan 50 lebih menu makanan dan 20-an menu minuman. Pelanggan RM Ayam Bakar Wong Solo akan selalu menikmati sajian yang segar serta bumbu masak jaminan terbaik. Agar pelayanan selalu yang terbaik, Puspo sedikit "cerewet" dengan membuat standardisasi bumbu, pelayanan dan desain interior-eksterior rumah makannya. Semua bumbu dibuat di Medan sebelum didistribusi ke seluruh cabang. "Saya pantang menggunakan bahan pengawet," ujarnya.
Tak puas hanya bermain di dalam negeri, Puspo berencana mengembangkan gerai usaha di Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam tahun depan. Di Malaysia, RM Wong Solo tampaknya akan mudah diterima sebab telah sangat dikenal berkat penayangan profil usahanya di TV3 dan TV1 Negeri Jiran ini. Bahkan, banyak orang Malaysia yang datang ke Medan hanya untuk menyantap ayam bakar Puspo. Rencana lainnya, memperkenalkan Ayam Bakar Wong Solo ke semua lapisan, termasuk masyarakat kelas bawah. Untuk itu, sistem waralaba kaki lima Ayam Bakar Wong Solo telah disiapkan. Sasaran pemegang waralaba model terbaru ini, para mahasiswa, khususnya di Kota Gudeg. Meskipun memakai embel-embel kaki lima, standardisasi pelayanan dan produk tetap terjaga lewat kontrol ketat Bagian Quality Kontrol RM Ayam Bakar Wong Solo. Tak mau kalah dari perusahaan raksasa, Puspo juga meng-online-kan usahanya pada dua situs, www.wongsolo.com dan www.wongsolo.co.id. "Ini lebih agar pelaporan antarcabang lebih efisien dan efektif," jelas Puspo.
salam sukses!
Komentar