anak miskin yang menjadi menteri BUMN
saya sudah terbiasa membaca catatan-catatan beliau yang diterbitkan berkala di halaman surat kabar Jawa Pos. Entah kenapa setiap membaca tulisan Beliau selalu saja saya menyempatkan diri untuk membaca catatannya, mungkin disetiap tulisannya ada berita baru yang informatif, provokatif dan yang pasti solutif. Itu juga mungkin salah satu bentuk cara berkomunikasi Dahlan Iskan pada saat itu dengan publik yang kebetulan adalah pelanggan surat kabar Jawa Pos. Bahkan hal-hal yang ringan tapi sesuatu yang baru pernah Dahlan Iskan tulis yang membuat saya sedikit tersenyum, dan membuat senyum Dahlan Iskan menjadi tambah lebar. hehee
Nah mungkin ini foto beliau yang belum ganti gigi, hampir semua foto beliau selalu menampakkan gigi ysng rapi.
Itu adalah sebagian kecil proses berkomunikasi Dahlan Iskan dengan publik, hal pribadi namun penuh unsur informasi terbaru,,itupun yang Dahlan Iskan lakukan baik ketika membangun Jawa Pos dari masih koran hitam putih, menjadi koran berwarna, dari koran dengan format kertas lebar seperti koran-koran dahulu, kemudian beliau ganti dengan format lebih kecil yang mengadopsi koran-koran luar negeri, sampai mengembangbiakkan koran Jawa Pos menjadi ratusan anak usaha dari sabang sampai merauke, dari mengubah “Bos Perusahaan” menjadi istilah CEO seperti sekarang ini yang Beliau pakai baik di Jawa Pos maupun ketika menjadi CEO PLN, bahkan ketika menjadi Meneg BUMN, proses ganti hati, sampai mengkritik PLN dengan cara yang solutif, selalu diterbitkan dalam tulisan ringan namun informatif.
Maka tak heran sekarang ini di penjuru Indonesia banyak yang angkat topi dengan gebrakan-gebrakan beliau yang tak terduga namun terarah, karena bagi sebagian besar orang Jawa Timur, khususnya Surabaya gebrakan-gebrakan beliau sudah pernah dirasakan masyarakat jauh sebelum Dahlan Iskan menjadi seorang Meneg BUMN sekarang ini. Dan mungkin pula gebrakannya jauh lebih besar lagi setelah beliau menjadi menteri, sifatnya lebih menasional dan semua demi kebaikan Indonesia tercinta, semoga.
Berikut biografi beliau yang saya rangkum dari berbagai sumber untuk melihat lebih dekat sosok Dahlan Iskan yang digadang-gadang banyak orang menjadi Presiden RI selanjutnya.
Profil Biografi Dahlan Iskan (lahir tanggal 17 Agustus 1951 di Magetan, Jawa Timur, jangan tertipu, karena Dahlan Iskan menentukan sendiri tanggal lahirnya, karena beliau tidak punya akte kelahiran, dan orang tuanya lupa kapan tanggal beliau dilahirkan,hehe), adalah CEO surat kabar Jawa Pos dan Jawa Pos News Network, yang bermarkas di Surabaya. Ia juga adalah Direktur Utama PLN sejak 23 Desember 2009. Karir Dahlan Iskan dimulai sebagai calon reporter sebuah surat kabar kecil di Samarinda (Kalimantan Timur) pada tahun 1975. Tahun 1976, ia menjadi wartawan majalah Tempo. Sejak tahun 1982, Dahlan Iskan memimpin surat kabar Jawa Pos hingga sekarang.
Dahlan Iskan adalah sosok yang menjadikan Jawa Pos yang waktu itu hampir mati dengan oplah 6.000 ekslempar, dalam waktu 5 tahun menjadi surat kabar dengan oplah 300.000 eksemplar. Lima tahun kemudian terbentuk Jawa Pos News Network (JPNN), salah satu jaringan surat kabar terbesar di Indonesia, dimana memiliki lebih dari 80 surat kabar, tabloid, dan majalah, serta 40 jaringan percetakan di Indonesia. Pada tahun 1997 ia berhasil mendirikan Graha Pena, salah satu gedung pencakar langit di Surabaya, dan kemudian gedung serupa di Jakarta.
Pada tahun 2002, ia mendirikan stasiun televisi lokal JTV di Surabaya, yang kemudian diikuti Batam TV di Batam dan Riau TV di Pekanbaru. Sejak akhir 2009, Dahlan diangkat menjadi direktur utama PLN menggantikan Fahmi Mochtar yang dikritik karena selama kepemimpinannya banyak terjadi mati lampu di daerah Jakarta. Selain sebagai pemimpin Grup Jawa Pos, Dahlan juga merupakan presiden direktur dari dua perusahaan pembangkit listrik swasta: PT Cahaya Fajar Kaltim di Kalimantan Timur dan PT Prima Electric Power di Surabaya.
Dahlan Iskan Bersama Jawa POS
Jawa Pos didirikan oleh The Chung Shen pada 1 Juli 1949 dengan nama Djawa Post. Saat itu The Chung Shen hanyalah seorang pegawai bagian iklan sebuah bioskop di Surabaya. Karena setiap hari dia harus memasang iklan bioskop di surat kabar, lama-lama ia tertarik untuk membuat surat kabar sendiri. Setelah sukses dengan Jawa Pos-nya, The Chung Shen mendirikan pula koran berbahasa Mandarin dan Belanda. Bisnis The Chung Shen di bidang surat kabar tidak selamanya mulus. Pada akhir tahun 1970-an, omzet Jawa Pos mengalami kemerosotan yang tajam. Tahun 1982, oplahnya hanya tinggal 6.800 eksemplar saja.
Koran-korannya yang lain sudah lebih dulu pensiun. Ketika usianya menginjak 80 tahun, The Chung Shen akhirnya memutuskan untuk menjual Jawa Pos. Dia merasa tidak mampu lagi mengurus perusahaannya, sementara tiga orang anaknya lebih memilih tinggal di London, Inggris.
Pada tahun 1982, Eric FH Samola, waktu itu adalah Direktur Utama PT Grafiti Pers (penerbit majalah Tempo) mengambil alih Jawa Pos. Dengan manajemen baru, Eric mengangkat Dahlan Iskan, yang sebelumnya adalah Kepala Biro Tempo di Surabaya untuk memimpin Jawa Pos. Eric Samola kemudian meninggal dunia pada tahun 2000.
Karir Dahlan Iskan dimulai sebagai calon reporter sebuah surat kabar kecil di Samarinda (Kalimantan Timur) pada tahun 1975. Tahun 1976, ia menjadi wartawan majalah Tempo. Sejak tahun 1982, Dahlan Iskan memimpin surat kabar Jawa Pos hingga sekarang. Dahlan Iskan adalah sosok yang menjadikan Jawa Pos yang waktu itu hampir mati dengan oplah 6.000 ekslempar, dalam waktu 5 tahun menjadi surat kabar dengan oplah 300.000 eksemplar.
Lima tahun kemudian terbentuk Jawa Pos News Network (JPNN), salah satu jaringan surat kabar terbesar di Indonesia, dimana memiliki lebih dari 80 surat kabar, tabloid, dan majalah, serta 40 jaringan percetakan di Indonesia. Pada tahun 1997 ia berhasil mendirikan Graha Pena, salah satu gedung pencakar langit di Surabaya, dan kemudian gedung serupa di Jakarta. Pada tahun 2002, ia mendirikan stasiun televisi lokal JTV di Surabaya, yang kemudian diikuti Batam TV di Batam dan Riau TV di Pekanbaru.
Sejak akhir 2009, Dahlan diangkat menjadi direktur utama PLN menggantikan Fahmi Mochtar yang dikritik karena selama kepemimpinannya banyak terjadi mati lampu di daerah Jakarta. Selain sebagai pemimpin Grup Jawa Pos, Dahlan juga merupakan presiden direktur dari dua perusahaan pembangkit listrik swasta: PT Cahaya Fajar Kaltim di Kalimantan Timur dan PT Prima Electric Power di Surabaya, sekarang bertugas sebagai Meneg BUMN
Komentar