Pengusaha Bermental Wani Piro, Apakah Anda Termasuk?

Pengusaha-Bermental-Wani-Piro
What is “Wani Piro”? Wani piro adalah dua kata yang berasal dari Jawa Timur dan juga digunakan di Jawa Tengah. Mendadak sempat ngetop setelah mereka dipopulerkan oleh tokoh jin sableng mengenakan blangkon dan busana adat Jawa dalam sebuah iklan produk rokok. Wani piro artinya berani berapa? Tak seorangpun tahu kapan kata-kata ini muncul, mulai dipergunakan dan populer di masyarakat.
Nampaknya tidak jauh-jauh dari tempat yang bernama pasar. Pasar tradisional dimana proses tawar menawar antara penjual dan pembeli masih berlangsung. Pastinya bukan pasar modern swalayan dimana harga sudah dipatok take it or leave it, plus lagian Anda mau tanya “wani piro” kepada siapa? Lebih pasti lagi wani piro digunakan oleh para makelar alias broker misalnya untuk produk mobil atau motor bekas di daerah pulau Jawa.

Pebisnis Bermental Wani Piro

Kemarin baru saja saya mencabut kembali tawaran masa depan yang lebih baik bagi salah satu langganan saya pengebor sumur. Dia mengepalai 8 orang anak buahnya yang semuanya ikut tinggal di rumahnya. Untuk bidang pekerjaan mengebor sumur yang terus terang revenuenya belum tentu tinggal diam di garis aman, maka membawahi 8 orang anak buah sudah termasuk langkah yang sangat berani.
Entah dia lupa, meremehkan kenyataan atau kelewat ambisi sehingga berani mengkaryakan ke 8 orang tenaga kerja tersebut. Mungkin dia lupa bahwa nama-nama bulan yang berakhiran “ber” “ber” “ber” adalah bulan dimana air hujan pasti turun deras ke bumi. Bisa jadi dia belum mengetahui pelajaran yang saya dapatkan dari guru Ilmu Bumi saya semasa di Sekolah Dasar tersebut. Ya enggak juga mestinya. Karena dia berasal dari keluarga petani yang hanya dipisahkan oleh sebuah selat laut kecil dari pulau di mana saya tinggal.
Semestinya dia yang lebih tahu dan paham hal tersebut karena bagaimanapun petani lebih akrab dengan alam dan saya percaya banyak dari mereka bisa berbicara dengan alam. Sudah turun temurun itu di tanah Jawa semenjak tokoh Ki Ageng Selo dikisahkan menangkap petir.
Boleh jadi dia akhirnya meremehkan kenyataan tentang “ber ber ber” itu plus lanjut terbakar api ambisi karena sedang banyak borongan sebelum sang “ber ber ber” tahu-tahu sudah di depan mata. Nah ini “efek samping” yang dia lupa akibat mental wani piro. Bahwasanya dia membidik niche keyword “ngebor sumur” itu sudah lihai dan ciamik menurut saya. Saya berkecimpung di bidang water hydraulic engineering sudah cukup lama. Ya gak lama-lama banget sih, paling seumuran langganan saya ini.
 Air, siapa yang mampu hidup tanpa air? Nah seharusnya “air” adalah nomor 1, top priority dalam daftar sembako. Apapun akan kita lakukan untuk mendapatkan air bersih, benar? Termasuk mengebor sumur baru atau mengebor memperdalam sumur lama jika debit airnya sudah berkurang, benar?
Lalu, di mana blunder yang dilakukan langganan saya itu? Pada musim hujan, rata-rata sumur pasti naik debit airnya sehubungan lancarnya air sungai bawah tanah yang menyuplai air ke sumur-sumur. Dengan demikian bisa dipastikan praktis tidak ada yang membutuhkan jasa pengebor sumur selama bulan ber ber ber. Itu blunder-nya.

Sudah Terlanjur Bermental Wani Piro

Yang saya maksud dengan mencabut kembali tawaran masa depan yang lebih baik di paragraf kedua artikel ini, begini ceritanya. Ada sebulan ini setiap 3 hari paling lama 6-7 hari sekali dia kirim SMS ke saya dengan isi pesan monoton sehingga saya hafal luar kepala “Ada borongan ngebor gak Bos?” Begitulah bunyi pesannya.
Pesan terakhir, eh maksud saya SMS terakhirnya dengan tambahan “ini anak buah 8 orang nganggor semua Bos”. Iya dia tulisnya nganggor, bukan nganggur atau menganggur. Nah pas salah satu rekanan sedang mencari tambahan tenaga di toko dan pabriknya. Maka saya tawarkan kesempatan kerja tersebut kepada si “Wani Piro”. Nah ini nih…“wani piro bos?” tanyanya, tetap via SMS. Saya minta dia langsung hubungi rekanan saya itu, gak pakai lewat HRD nya lagi lho. Full rekomendasi ceritanya. Surat sakti. Katabeletje. Heh heh heh.
Sharing ini harus sad ending. Karena jadinya rekanan saya itu menelpon saya dan bilang dengan nada sebal bahwa si pengebor sumur yang maunya diangkat menjadi kepala divisi pengiriman dengan sepeda motor malah mencecar dia – tetap lewat SMS – “wani piro – wani piro”. Tidak sekasar itu sih. Tepatnya “gajinya berapa Pak?” “gajinya berapa Pak?”. Dia dipanggil datang interview hari itu juga – suatu kesempatan yang amat sangat langka karena saya tahu persis betapa padat waktu dan sibuknya rekanan saat ini. Si ‘wani piro’ malah terus menantang untuk interview lewat SMS saja: job description, ini, itu dan lain lain. Plus terpentingnya wani piro itu tadi.

Ini pelajaran bisnis bagi saya di Universitas Kehidupan. Betapa fatal yang dilakukan oleh sang pengebor sumur itu. Di mana sense of business-nya bahwa dengan sedikit ‘merendahkan diri’ saja, dia beserta istri dan anaknya bisa mendapatkan tempat tinggal di pabrik. Plus membawa serta ke 8 anak buahnya. Memang sih seolah bagi dia itu kalau tidak berupa pekerjaan mengebor sumur nampak haram baginya. Bagaimana pendapat Anda? Wani piro?
oleh : Sandy Yudhana

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Yang Sudah Berlalu Tak Perlu Disesali"

Kisah-Kisah Sukses Petani Sawit

KISAH PELAYAN MENJADI MANAGER JARINGAN HOTEL DUNIA