Kisah Riska Wahyu Jatuh Bangun dalam Bisnis Makanan
Sudah menjadi pengetahuan umum jika sebuah negara bisa unggul andaikan memiliki penduduk yang berprofesi entrepreneur atau lazin disebut wiraswasta. Berwirausaha merupakan salah satu profesi bagi sebagian orang yang notabene memiliki pemikiran yang tak buruk bahkan patut dibanggakan.
Tak hanya bagi negara, keputusan menjadi wiraswasta juga memberikan keuntungan besar bagi orang pribadi. Selain menciptakan peluang kerja baru, wirausahawan juga bisa mengantongi penghasilan dan kesuksesan sesuai yang diidamkannya.
Kesuksesan inilah yang tampaknya tengah dinikmati Riska Wahyu (28). Pilihannya menjadi wirausaha muda telah menjadikan inspirasi bagi para pekerja yang tengah memikirkan masa depannya.
Keputusan Riska menjadi pengusaha dimulai dengan mendirikan warung bakso. Sayang keberuntungan belum berpihak kepadanya. Kurangnya peminat makanan ringan di wilayah Bogor ini membuat bisnis bakso yang dirintisnya jatuh bangkrut.
"Awalnya usaha jualan bakso, bangkrut, cicilan empat kali rumah tidak terbayar, motor ditarik, setiap hari itu sampai didatangi petugas kartu kredit dan petugas KPR," ceritanya.
Pengalaman pahit tersebut tak membuat Riska putus harapan. Kepalanya tak berhenti berpikir untuk kembali menciptakan peluang usaha baru yang menjanjikan. Seiring waktu, Riska pun berkenalan dengan bisnis pengolahan kue lapis.
Wanita asal bogor ini melalui usaha pengolahan talas bersama suaminya pada awal tahun 2011. Berlandaskan pemikiran iseng, dirinya memutuskan untuk mengolah produk hasil pertanian Bogor itu untuk memiliki nilai tambah tersendiri.
"Dulu modal awal Rp 500 ribu. Lalu memilih lapis Bogor karena Bogor itu kota pariwisata, budaya orang Indonesia kan mesti bahwa oleh-oleh, kenapa kita nggak kembangkan talas sebagai itu," ungkap Riska.
Tak butuh waktu lama bagi Riska untuk memulai bisnis barunya ini. Menghabiskan masa percobaan kurang lebih selama 1 bulan, Riska sudah mampu membuat dan memasarkan hasil olahannya itu.
Untuk mengetes pasar, olahan talas yang dibuatnya dijual ke sejumlah rekan terdekat dan tetangga sebagai sasaran pemasaran. Layaknya produk percobaan, talas olahan Riska tak lantas diterima pasar. Namun berkat kritikan dan masukan dari konsumen perdananya ini, Riska bisa menjadikan olahannya lebih sempurna baik dalam hal rasa maupun kemasan.
"Trial error sekitar 1 bulan, sebenarnya tidak jadi banget, waktu itu kasih ke tetangga, tetangga nyobain, kasih masukan, jadi bisa lebih bagus," katanya.
Tak puas hanya memasarkan produk di lingkungan terdekatnya, Riska memutuskan mengikuti program Wirausaha Muda Mandiri (WMM) yang diselenggarakan Bank Mandiri pada tahun 2011. Di perusahaan pelat merah ini, Riska memperoleh fasilitas promosi, iklan di media sosial, pelatihan, hingga undangan
Dengan produk yang terus diolah ditambah pengetahuan baru dari WMM, tak butuh waktu lama bagi produk kue Lapis Sangkuriang untuk menyebar dan digandrungi konsumen di Bogor dan kota lainnya. Bahkan pada akhir 2011, Riska sudah memiliki sebuah toko di wilayah Bogor.
Saat ini, kue lapis Sangkuriang Riska sudah bisa terjual setidaknya 1.000 bungkus setiap bulannya dengan harga Rp 25 ribu per bungkus. Saking banyaknya pembeli, Riska pun harus menerapkan sistem antrean untuk para pelanggannya.
"Sekarang kalau ke toko, paling lama antrean bisa sampai 2 jam untuk beli," kata dia.
"Sekarang kalau ke toko, paling lama antrean bisa sampai 2 jam untuk beli," kata dia.
Saat ini, toko Riska memiliki jumlah pekerja setidaknya 20 orang dan kedepan diharapkan produknya akan semakin dikenal ke luar daerah sehingga mampu menambah pemasukan bagi dirinya.
Dengan hanya bermodalkan uang Rp 500 ribu, Riska kini berubah menjadi salah satu sosok wanita pengusaha sukses dengan mencetak omzet Rp 25 juta per bulannya.
(liputan6.com)
Komentar