MENGOLAH KARUNG GONI BEKAS, REJEKI PUN MELUAS


Ketika mendengar kata karung atau goni yang ada di benak adalah bungkusan besar warna coklat berisi gula atau bahan makanan lain. Biasanya, karung atau goni akan langsung disingkirkan (dibuang) karena dianggap sudah tidak terpakai lagi.

Namun pernahkah terpikir bahwa barang yang tak bernilai harganya itu sebenarnya bisa disulap menjadi beragam barang bernilai jual tinggi. Sejumlah produk bisa dihasilkan atau dibalut dengan karung goni, seperti sandal, sepatu, tas, tutup saji, lampu hias, taplak meja, dan masih banyak lagi.

Rahmawati adalah sosok di balik ide menciptakan barang-barang bernilai seni tersebut. Produknya kini banyak diminati konsumen, baik yang datang ke outletnya maupun di sejumlah pameran yang ia ikuti.


“Saya sendiri baru menggeluti usaha ini setahun lalu, meski sebetulnya saya sudah belajar dan membuat beberapa barang dari karung goni sejak duduk di bangku SMA sekitar 1989 lalu. Hanya saja saat itu saya hanya menjual ke teman-teman sekolah,” papar Cicim, panggilan Rahmawati ditemui di pameran ‘Surabaya Creative Expo 2011’ beberapa waktu lalu, di Gramedia Expo Surabaya.

Ia mengisahkan, membuat tas atau ikat pinggang dari bahan karung goni sudah menjadi kebiasannya saat itu. Di setiap ajang pameran yang ia ikuti, wanita 40 tahun ini selalu membawa hampir semua item produk yang dibuatnya. Keunikan dan eksklusifitas barang karena tidak diproduksi secara massal membuat produknya banyak diminati konsumen.

Salah satunya Sarah, mahasiswi salah satu perguruan tinggi negeri di Surabaya. Ia yang datang ke pameran bersama teman-teman kuliahnya tertarik melihat jajaran sepatu berbahan karung goni yang ditawarkan Cicim.

Ia pun langsung membeli sepasang sepatu seharga Rp 150.000. “Iya saya melihat kok unik juga sepatu dari karung goni. Makanya mumpung lagi pameran saya langsung beli,” urai Sarah.

Ketertarikan kembali Cicim terhadap bahan karung goni muncul ketika sekitar pertengahan tahun 2010, ketika ia merasakan ada yang kurang lengkap dengan koleksi barang kerajinan yang ia jual sejak 4 tahun lalu. Saat itu ia hanya menjual produk tas berbahan rotan produksi saudaranya.

“Di saat saya berpikir harus ada barang kreasi lain yang dijual, saya langsung teringat kebiasaan membuat tas atau ikat pinggang dari karung goni dulu,” papar ibu tiga putra ini.

Namun bukan hanya tas dan ikat pinggang saja yang ia hasilkan. Baginya apa saja bisa dibuat dengan bahan atau gabungan bahan karung goni. Terus mencari ide kreatif menjadi kuncinya agar mampu menarik minat konsumen. Ia mencontohkan, produk sandal jepit biasa yang ia bungkus dengan karung goni. Dengan sedikit aksesori untuk pemanis, produk itu kini laku di pasar.

“Tahap awal saya bawa beberapa produk ke outlet di Pakuwon Trade Center (PTC) Surabaya. Tanpa diduga, berapapun barang yang saya bawa laku terjual. Terutama nodel sandal sepatu seperti produk Croch,” ucap Cicim, yang menyebut harga sandal model itu kisaran Rp 150.000 per piece.

Dari pengalaman itu, ia optimistis bahwa produknya diminati. Sejak itu, Cicim tak pernah melewatkan event pameran. Seperti pada April 2011, saat pameran di Jakarta, banyak permintaan dari Tanjung Pinang, Bali, dan Jakarta. Tak hanya itu, ia juga menjual produknya di empat outletnya di Surabaya. Ia bersyukur ada saja transaksi setiap harinya, rata-rata 7-10 piece.

Harga jual yang terjangkau serta keunikan produk menjadi salah satu alasan ketertarikan konsumen. Ia menyebut lampu hias misalnya, dihargai Rp 120.000-150.000 per piece, tas pinggang Rp 35.000, sedang tas laptop kisaran Rp 150.000 per piece.

Bahkan saat menggelar pameran di Surabaya beberapa waktu lalu, ia juga mendapat pesanan hingga ratusan piece tas laptop dari DPRD Jatim. Untuk penjualan rutin di outletnya, Cicim hanya dibantu oleh tiga karyawannya. Namun ketika ada pesanan, ia harus menambah jumlah pekerja hingga 10-12 orang. Mereka sebagian besar warga di sekitar lokasi workshop-nya di kawasan Kebraon Indah Permai, Surabaya.

Ke depan, ia akan tetap konsisten mempertahankan produk berbahan karung goni, namun dengan sentuhan beda. Ia yakin, produk itu memiliki segmen pasar tersendiri dan akan terus diminati. “Memang pasarnya khusus yakni mereka yang suka seni dan keunikan. Di sinilah potensi kami,” pungkas Cicim.



Sumber: surya.co.id

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KISAH (NYATA) DI BALIK RASYAD FOUNDATION

"Yang Sudah Berlalu Tak Perlu Disesali"

Contoh Soal Pretest PPG dan Jawaban